A. Latar Belakang
Nyeri pada
disfungsi TMJ dapat disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhinya antara
lain: adanya hiperfungsi atau disfungsi dari system musculoskeletal (otot,
ligamen) yang berkaitan dengan TMJ, hiperfungsi ini dapat diakibatkan dari
kebiasaan-kebiasaan buruk yang dilakukan seseorang seperti mengerat gigi,
sering menguap, mengunyah pada satu sisi, faktor degenerasi pada
TMJ dapat menimbulkan gangguan fungsi TMJ disebabkan adanya pembebanan
yang terus menerus, faktor maloklusi gigi terutama pertumbuhan gigi geraham
belakang yang tidak normal dapat menyebabkan desakan yang terus menerus serta
adanya kelainan anatomi rahang dapat berakibat menimbulkan rasa nyeri
pada TMJ.
Pada
diskus artikularis dapat terjadi aktifitas pergeseran yang meningkat sehingga
diskus mengalami over use menyebabkan fleksibilitas diskus menurun , bila
hal ini berlanjut dapat menyebabkan terjadinya ruptur atau inflamasi
discus yang menyebabkan timbulnya nyeri.
Pada otot
terjadi hipertonus sebagai reaksi dari hiperfungsi system musculoskeletal
tersebut yang dapat menyebabkan hipertonus / spasme otot atau hipotonus yang
dapat menyebabkan terjadinya kelemahan otot dan inflamasi yang dapat
menyebabkan timbulnya nyeri.
Ligamen-ligamen
yang berhubungan dengan TMJ juga akan mengalami kekakuan sebagai akibat
penekanan-penekanan dari kontraksi otot yang menyebabkan fleksibilitas dari
ligamen-ligamen tersebut akan berkurang atau menurun dapat menimbulkan kekakuan
hipomobile yang berakibat terjadi kontraktur serta menimbulkan laxity
hipermobile yang berakibat terjadi ruptur dan dapat menimbulkan rasa nyeri.
Pada saraf
sensasi nyeri ditimbulkan karena adanya iskhemia lokal sebagai akibat dari
adanya hiperfungsi kontraksi otot yang kuat dan terus menerus atau
mikrosirkulasi yang tidak adekuat sebagai akibat dari disregulasi sistem
simpatik dimana dengan adanya aktifasi berlebihan pada sistem saraf simpatis
akan menimbulkan mikrosirkulasi yang berakibat nutrisi pada jaringan berkurang
sehingga menyebabkan iskhemik pada jaringan tersebut maka akan terjadi nyeri.
B. Struktur Anatomis yang Bekerja
Saat Membuka Mulut
Dalam proses membuka dan menutup mulut,
terdapat beberapa struktur anatomi yang berperan yaitu otot membuka dan menutup
mulut, sendi temporomandibula (temporomandibula
joint/TMJ). Otot membuka mulut terdiri dari otot pterygoideus lateralis,
dan otot suprahioid. Sedangkan otot yang berfungsi menutup mulut adalah otot
master, otot temporalis, ototpterigoideus medialis. Seperti yang terlihat pada Gambar 1.
Gambar
1. Struktur
anatomi saat membuka mulut
Temporomandibular joint ( TMJ ) adalah
persendiaan dari kondilus mandibula dengan fossa gleinodalis dari tulang
temporal. Temporomandibula merupakan sendi yang bertanggung jawab terhadap
pergerakan membuka dan menutup rahang mengunyah dan berbicara yang letaknya
dibawah depan telinga (Gambar 2).
Gambar
2. Temporomandibular
Joint
Membuka dan menutup mulut merupakan
gerakan disadari. Sebagaimana diketahui bersama bahwa terjadinya gerakan
merupakan kerja motorik dari otot. Dalam hal ini, yang berfungsi untuk mengatur
pergerakan TMJ dan musculus sekitar TMJ ialah sistem saraf. Inervasi pada
daerah temporomandibula ialah N.Trigeminus (N.V)
C. Gangguan TMJ
Sendi temporomandibula merupakan
satu-satunya sendi di kepala, sehingga bila terjadi sesuatu pada salah satu
sendi ini, maka seseorang mengalami masalah yang serius. Masalah tersebut
berupa nyeri saat membuka, menutup mulut, makan, mengunyah, berbicara, bahkan
dapat menyebabkan mulut terkunci. Kelainan sendi temporomandibula disebut
dengan disfungsi temporomandibular. Salah satu gejala kelainan ini munculnya
bunyi saat rahang membuka dan menutup. Bunyi ini disebut dengan clicking yang
seringkali, tidak disertai nyeri sehingga pasien tidak menyadari adanya
kelainan sendi temporomandibular.
Gangguan temporomandibular (temporomandibular disorder; TMD) adalah
istilah yang luas, dengan dibagi menjadi penyakit sendi yang sesungguhnya (true joint disease; TMJ) dan sindroma
nyeri / disfungsi miofasial (myofascial pain/ dysfunction syndrome; MPD).
Istilah gangguan sendi temporomandibular
(temporomandibular joint; TMJ) secara salah untuk menggambarkan keadaan sendi
sendiri bukan merupakan sumber utama disfungsi. Gangguan musculoskeletal,
dibandingkan dengan penyakit sendi, lebih sering merupakan sumber gejala dan
keluhan di rahang atau daerah pembiasan di kepala dan leher. Keluhan ini dapat
berupa nyeri di wajah, leher, bahu, dan punggung; nyeri kepala; ketidakmampuan
menemukan posisi istirahat bagi rahang; kesulitan membuka mulut; dan nyeri pada
pengunyahan.
Etiologi disfungsi temporomandibula
sampai saat ini masih banyak diperdebatkan dan multifaktorial, beberapa penulis
menyatakan sebagai berikut.
Stress emosional merupakan penyebab
utama disfungsi temporomandibula. Factor factor etiologi disfungsi sendi dibagi
menjadi 3 kelompok besar, yaitu :
1. Faktor
predisposisi
Merupakan
factor yang meningkatkan resiko terjadinya dsifungsi sendi. Terdiri dari :
a. Keadaan
sistemik. Penyakit sistemik yang sering menimbulkan gangguan sendi
temporomandibula adalah rematik
b. Keadaan
structural. Keadaan structural yang mempengaruhi sendi temporomandibular adalah
oklusi dan anatomi sendi, meliputi :
1) Hilangnya
gigi posterior openbite anterior
2) Impaksi
molar 3
3) Overbite yang
lebih dari 6-7 mm, dll
2. Faktor
inisiasi (presipitasi)
Merupakan
factor yang memicu terjadinya gejala-gejala disfungsi sendi temporomandibula
misalnya kebiasaan parafungsi oral dan trauma yang diterima sendi
temporomandibula. Trauma pada dagu dapat menimbulkan traumatic atritis sendi
temporomandibula.
Beberapa tipe parafungsi oral seperti
kebiasaan menggigit pipi, bibir, dan kuku dapat menimbulkan kelelahan otot,
nyeri wajah, dan keausan pada gigi-gigi.
Kebiasaan menerima telepon dengan gagang
telepon disimpan antara telinga dan bahu, posisi duduk atau berdiri/berjalan
dengan kepala lebih ke depan dapat mengakibatkan kelainan fungsi fascia otot,
karena seluruh fascia dalam tubuh saling memiliki keterkaitan maka adanya
kelainan pada salah satu organ tubuh mengakibatkan kelainan pada organ lainnya
3. Factor
Perpetuasi
Merupakan factor etiologi dalam gangguan
sendi temporomandibula yang menyebabkan terhambatnya proses penyembuhan
sehingga gangguan ini bersifat menetap, meliputi tingkah laku sosial, kondisi
emosional, dan pengaruh lingkungan sekitar.
Adapun tanda dan
gejala dari gangguan TMJ adalah sebagai berikut :
1. Sakit atau gangguan yang terasa di rahang
2. Rasa
sakit di sekitar telinga
3. Kesulitan
menelan atau perasaan tidak nyaman ketika menelan
4. Rasa
sakit di sekitar wajah
5. Suara
clicking atau perasaan tidak mulus ketika mengunyah atau membuka mulut
6. Rahang
terkunci, sehingga mulut sulit dibuka atau ditutup.
7. Sakit
kepala
8. Gigitan
yang tidak pas
9. Gigi-gigi
tidak mengalami perlekatan yang sama karena ada sebagian gigi yang mengalami
kontak prematur (lebih awal dari yang lain)
D. Pemeriksaan Klinis dan
Diagnosis Gangguan TMJ
Pemeriksaan klinis untuk pasien dengan
kemungkinan gangguan fungsi/penyakit TMJ sebagian besar didasarkan atas
pengamatan/ pemanfaatan, palpasi dan auskultasi.
1. Oklusi.
Gangguan oklusi secara umum bisa
langsung diperiksa, yaitu misalnya gigitan silang (crossbite), gigitan dalam (deep
overbite), gigi supra erupsi dan daerah tak bergigi yang tidak direstorasi,
adanya bruxism.
2. Pembukaan
antar insisal
Pembukaan antar insisal bervariasi
lebarnnya, tetapi biasanya pada orang dewasa sekitar 40 hingga 50 mm.
3. Pergerakan
lain
Pergeseran lateral juga diukur, biasanya
pada titik atau garis tengah, dan dibandingkan kesimetrisannya (angka yang
didapat biasanya 8 hingga 10 mm). gangguan internal misalnya dislokasi discus,
akan membatasi pergeseran ke sisi yang berlawanan.
4. Palpasi
Palpasi otot pengunyahan secara
bimanual, terutama otot maseter dan temporalis serta otot leher dan bahu.
Dalam mendiagnosis pasien diperlukan
riwayat yang menyeluruh. Keluhan utama yang paling sering dirasakan pada
penyakit/gangguan fungsi sendi temporomandibula adalah rasa nyeri dan rasa
tidak enak, yang disertai dengan kliking atau keluhan sendi lainnya.
1. Rasa
sakit/nyeri. Bila pasien merasakan adanya rasa nyeri, maka yang paling penting
untuk diketahui adalah lokasi, sifat, dan lama terjadinya rasa nyeri/sakit
tersebut.
2. Bunyi
sendi. Jika pasien mengeluh adanya bunyi sendi atau kliking (suara berkeretak),
maka saat timbulnya dan perubahan pada suara sendi tersebut merupakan informasi
yang perlu diketahui.
3. Perubahan
luas pergerakan. Penyembuhan kliking seringkali diikuti oleh keluhan baru,
yaitu nyeri akut dan berkurangnya luas pergerakan yang nyata, khususnya pada
jarak antar insisal, dimana penemuan inimerupakan petunjuk utama terjadinya closed lock.
4. Perubahan
oklusi. Beberapa penderita mengeluhkan perubahan gigitan. Keluhan ini dapat
merupakan tanda terjadinya perubahan degenerative tingkat lanjut atau spasme
otot akut.
5. Informasi
keadaan kolateral. Setelah riwayat utama diperiksa secara menyeluruh,
selanjutnya dapat dikumpulkan informasi keadaan kolateral. Kondisi-kondisi lain
yang mengenai kepala dan leher, seperti sinusitis akut atau kronis, sakit pada
telinga, dll.
6. Perawatan
sebelumnya. Kronologi perawatan sebelumnya baik pemberian obat, mekanis, maupun
secara bedah juga dicatat.
7. Stress.
Untuk menentukan dengan tepat keadaan emosional pasien biasanya dibutuhkan
beberapa kunjungan dengan kemungkinan pengiriman/rujukan untuk evaluasi
psikologis, dan terapi control stress selanjutnya.
E. Dampak Gangguan TMJ
1.
Permasalahan
dalam proses makan
Berkurangnya kemampuan membuka mulut
menyebabkan berkurangnya asupan nutrisi penderita trismus. Penderita tidak
sanggup memakan makanan dalam porsi yang biasa. Penderita biasanya akan
mengalami penurunan berat badan dan mengalami kekurangan gizi. Hal ini perlu
diperhatikan bila penderita tersebut membutuhkan suatu proses penyembuhan
setelah menjalani proses pembedahan, khemoterapi, atau radiasi. Kehilangan
berat badan sebesar 10 % dari berat badan awal memiliki indikasi terjadi intake
gizi dan kalori yang kurang pada penderita.
Masalah di atas juga timbul akibat
gangguan menelan pada penderita trismus, hal tersebut berhubungan dengan
pembentukan bolus makanan yang terganggu akibat proses salivasi dan pergerakan
lidah yang tidak sempurna. Selain itu akan banyak ditemukan sisa makanan yang
tidak seluruhnya ditelan. Kombinasi dari gangguan pada otot mastikasi,
pembentukan bolus yang tidak sempurna dan peningkatan dari sisa makanan akan menyebabkan
aspirasi dari sisa makanan tersebut.
2.
Permasalahan
dalam kesehatan gigi dan mulut
Gangguan dalam membuka mulut akan dapat
menimbulkan gangguan pada kesehatan gigi dan mulut. Kesehatan gigi dan mulut
yang jelek akan dapat menimbulkan karies yang dapat menyebabkan terjadinya
infeksi. Infeksi yang lebih lanjut terutama pada mandibula akan menyebabkan
terjadinya osteoradionekrosis. Osteoradionekrosis ini terdapat pada penderita
kanker yang menjalani terapi pada mandibula. Meskipun jarang terjadi, gangguan
ini dapat mengganggu fungsi rahang dan menjadi fatal. Hal ini terjadi akibat
matinya jaringan tulang mandibula oleh radiasi. Pada keadaan ini terapi yang
dibutuhkan adalah oksigen hiperbarik.
3.
Permasalahan
dalam proses menelan dan berbicara.
Kebanyakan dari penderita trismus akan
mengalami gangguan menelan dan berbicara. Berbicara akan terganggu jika mulut
tidak dapat terbuka secara normal sehingga bunyi yang dihasilkan tidak akan
sempurna. Proses menelan akan terganggu jika otot mengalami kerusakan, laring
tidak akan sanggup dielevasikan secara sempurna saat bolus makanan melaluinya.
4.
Permasalahan
akibat immobilasi sambungan rahang
Meskipun gejala utama trismus adalah
ketidakmampuan dalam membuka mulut, hal lain yang sangat perlu mendapat
perhatian adalah permasalahan pada temporomadibular joint. Saat
temporomadibular joint mengalami immobilisasi, proses degeneratif akan timbul
pada sambungan tersebut, perubahan ini hampir mirip dengan perubahan yang
terjadi pada proses artritis, dan biasanya akan diikuti oleh nyeri dan proses
inflamasi. Jika tidak ditangani segera proses ini akan terus berlanjut dan
kerusakan akan menjadi permanen. Dan juga akan dapat timbul proses degenarasi
pada otot-otot pengunyah sehingga jika terus berlanjut akan menimbulkan atropi pada
otot tersebut.
F. Respon Imunitas Rongga Mulut
Saat terjadi trismus yang salah satunya
disebabkan oleh inflamasi bakteri, tubuh akan merespon dengan respon inflamasi
salah satunya edema yang ditunjukkan oleh adanya bengkak. Dimana, edema ini
kemungkinan berada pada M.Pterygoideus
medialis sehingga menyebabkan trismus.
G. Pencegahan dan Penanganan Gangguan
TMJ
Dalam melakukan perawatan terhadap
gangguan TMJ sangatlah rumit. Namun perawatan tersebut dapat dilakukan dengan beberapa
cara. Perawatan
sendiri/fisioterapi/terapi fisik:Pasien dapat melakukan sendiri kompres
dengan lap panas. Caranya : di atas lap diletakkan botol berisi air panas, lama
terapi 10-15 menit dilakukan terus-menerus sekurang-kurangnya 3 minggu. Pemijatan
sekitar sendi, sebelumnya dengan krim mengandung metal salisilat. Latihan
membuka dan menutup mulut secara perlahan tenpa terjadi deviasi, dilakukan di
depan cermin. Caranya: garis median pasien ditandai, lalu pasien disuruh
membuka-menutup mulut di depan cermin tanpa terjadi penyimpangan garis median.
Fisioterapi dengan alat seperti Infrared yang berguna untuk menghilangkan
nyeri, relaksasi otot superficial, menaikan aliran dara superficial, dll.
Perawatan
dengan Obat Analgetik seperti Aspirin, Asetaminophen,
Ibuprofen ; Anti inflamasi seperti Naproxen dan Ibuprofen ; dll.
Memakai
alat di dalam mulut Splin oklusal atau Michigan splin.
Fungsi splin oklusal adalah menghilangkan gangguan oklusi, mensatbilkan
hubungan gigi dan sendi, merlaksasi otot, menghilangkan kebiasaan parafungsi,
melindungi abrasi terhadap gigi, mengurangi beban sendi temporomandibula,
menghilangkan rasa nyeri akibat disfungsi sendi temporomandibula berikut
otot-ototnya, sebagai alat diagnostic untuk memastikan bahwa oklusi lah yang
menyebabkan rasa nyeri dan gejala-gejala yang sulit diketahui sumbernya.
Bila gejala-gejala gangguan sendi
temporomandibula sudah hilang pada pasien dan posisi kondilus sudah stabil pada
tempatnya, otot-otot pengunyahan sudah normal, kondisi psikologik pasien sudah
stabil, postur tubuh sudah normal maka dapat dilakukan perawatan berikutnya
yaitu perawatan ortodontik, pembuatan gigi tiruan cekat, pembuatan gigi tiruan
lepasan (jika memang dibutuhkan).
DAFTAR
PUSTAKA
Jubhari, Eri.H (2002) Proses Menua Sendi
Temporomandibula pada Pemakai Gigitiruan Lengkap. Cermin Dunia Kedokteran 137,
42-45.
Shulman DH, Shipman B, Willis FB (2009)
Treating trismus with dynamic splinting: a case report. Journal of Oral Science
51, 141-144.
Dhanrajani PJ, Jonaidel O (2002) Trismus:
Aetiology, Differential Diagnosis and Treatment. Dental Update 29, 88-94.
Pedersen, Gordon W. Buku Ajar Praktis
Bedah Mulut. Jakarta: EGC. 1996. p. 306-309.
Kurnikasari, Erna, Perawatan Disfungsi
Sendi Temporomandibula Secara Paripurna. FKG Unpad.
Louhenapessy J, Kaelani Y. Analisa
Kelelahan Material Condylar Prosthesis dari Groningen Temporomandibular Joint
Prosthesis Menggunakan Metode Elemen Hingga. ITS Surabaya.
Schwartz, MW. Pedoman Klinis Pediatri.
Jakarta: EGC.2004.
alhamdulillah trims, anda sudah berbagi barokallah
BalasHapusbermanfaat :)
BalasHapus